Rabu, 01 Juni 2016

Social Technographics Profile : Which One Are You?

Dalam memaparkan mengenai bentuk aktifitas konsumen, Li dan Bernoff memperkenalkan sebuah alat yang mereka sebut sebagai Social Technographics Profile (STP). STP adalah sebuah cara untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan aktifitas mereka di social media.




STP dibagi ke dalam 7 klasifikasi yang diurutkan mulai dari tingkatan paling tinggi sampai dengan paling rendah. Awalnya ada 6 kelompok yang dimasukkan ke dalamnya, yakni creators, critics, collectors, joiners, spectators, dan inactives. Pada tahun 2010, Li dan Bernoff menambahkan satu kelompok baru yakni conversationalists. 7 klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
1.     
  1. Creators, yaitu orang yang aktif menciptakan konten untuk dipublikasikan dan didistribusikan online secara bebas. Ini adalah tipe konsumen yang secara aktif menciptakan konten-konten untuk dipublikasikan dan didistribusikan online secara bebas. Konten-konten yang diciptakan bisa berupa artikel blog, website, musik, hingga video.
  2. Conversationalists, yaitu orang yang banyak terlibat dan memulai perbincangan di social network. Tipe konsumen ini aktif sekali meng-update status mereka di Facebook dan Twitter. Conversationalists juga senang berbalas komentar dengan pengguna social network lainnya.
  3. Critics, yaitu orang yang senang mengkritisi berbagai hal yang mereka lihat di media sosial. Aktifitas yang biasa mereka lakukan antara lain memberikan penilaian / rating mengenai produk atau jasa dari suatu perusahaan, meninggalkan komentar di blog orang lain, aktif berkontribusi di forum-forum online, dan mengedit artikel-artikel wiki.
  4. Collector, yaitu orang yang senang menjadi orang yang lebih dahulu tahu mengenai berita terbaru. Mereka senang mengumpulkan informasi sembari mengatur / mengelompokkan berita-berita yang ada. Collectors sering menggunakan RSS feed di komputer maupun smartphone mereka untuk mempersingkat waktu konsumsi mereka. Mereka juga senang mencantumkan tag untuk membantu mengatur informasi yang mereka temui. Tagging di sini tidak hanya terbatas pada foto di social network saja, tetapi juga website dan artikel apapun yang mereka temui di internet melalui situs-situs sosial bookmarking seperti Del.icio.us, Evernote, maupun Google Bookmarks.
  5. Joiners, yaitu hampir sama dengan conversationalists tapi berbeda, joiners tidak seaktif conversationalists, dia membuat akun di media sosial hanya sebatas untuk menjaga hubungan dengan teman, kenalan, dan keluarga.
  6. Spectators, yaitu konsumen yang aktif mengakses informasi di dunia maya. Konsumen yang aktifitasnya mengkonsumsi informasi yang sudah tersedia di ranah digital. Mereka akan sering membaca blog, menonton video dari konsumen lain, mendengarkan podcast, membaca forum online, membaca komentar orang lain, dan membaca penilaian / rating yang sudah ditinggalkan konsumen lainnya. Dengan kata lain, spectators lebih banyak menikmati apa yang sudah dikerjakan kelompok-kelompok sebelumnya di STP.
  7. Inactive, yaitu konsumen yang tidak berpartisipasi sama sekali dalam groundswell. Mereka hanya menggunakan internet untuk kegiatan-kegiatan mendasar seperti membuka email dan mencari informasi ringan. Kelompok ini tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan interaktif / sosial yang menjadi kekuatan utama web 2.0. Tentu saja di luar kelompok ini masih ada mereka yang belum menggunakan internet dan tidak bisa berpartisipasi sama sekali.
Setelah mempelajari mengenai STP menurut saya, saya termasuk pada kelompok Spectators, kenapa? Karena saya jarang berkomentar mengenai apa yang terjadi di media sosial, saya lebih banyak menikmati ataupun membacanya lalu kemudian ditutup. Mungkin saya hanya membicarakan pada orang-orang yang saat itu posisinya dekat dengan saya, misalnya sedang bersama teman-teman, atau berkumpul dengan keluarga.


Spectators disini adalah hanya orang yang memantau ataupun memiliki komentar tetapi tidak dikembangkan cukup untuk dikonsumsi sendiri. Biasanya konsumen yang memiliki karakteristik Spectators juga tidak ingin ribet, maksudnya adalah “malas” apabila terdapat sebuah masalah yang harus diselesaikan secara jauh ataupun melalui media sosial.